A. SISTEM HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL
1. Pengertian Hukum Internasional
Dalam
menjalin hubungan internasional, setiap negara dibatasi oleh hukum yang
mengatur kepentingan suatu negara dengan negara lain. Hukum internasional
dibedakan menjadi dua, yaitu hukum publik internasional dan hukum privat
internasional.
Menurut
Mochtar kusumaatmadja, hukum internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas
yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara: antara
negara dan negara, negara dan subjek hukum lain bukan negara, atau subjek hukum
bukan negara yang satu dengan yang lainnya. Adapun menurut Ivan A. Shearer,
hukum internasional adalah sekumpulan peraturan hukum yang sebagian besar
mengatur prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh
negara-negara (subjek hukum internasioanal) dan hubungannya satu sama lain,
yang meliputi:
a. Aturan-aturan
hukum yang berhubungan dengan fungsi-fungsi institusi atau
organisasi-organisasi, hubungan antara institusi dan organisasi-organisasi
tersebut dengan negara dan individu-individu.
b. Aturan-aturan
hukum tertentu yang berhubungan dengan individu-individu yang menjadi perhatian
komunitas internasional selain entitas negara.
Hubungan
internasional memerlukan aturan hukum yang bersifat internasional. Hukum
internasional bertujuan untuk mengatur
masalah-masalah bersama yang penting dalam hubungan diantara subjek-subjek
hukum internasional. Hubungan
internasional sekarang dihantui rasa ketakutan terhadap meningkatnya aksi
terorisme. Untuk negara-negara anggota PBB, perlu menahan diri untuk tidak
mengorganisasi, menganjurkan, membantu, mengambil inisiatif, atau berperang
melawan aksi-aksi teroris.
Beberapa
peraturan tentang perang telah dikodifikasi, misalnya yang dicapai pada
Konvensi Jenewa 1949 dan dua protokol tambahannya yang mengatur sengketa
internasional dan non-internasional. Masalah-masalah internasional yang sangat
mendesak saat ini adalah perlindungan bagi orang sipil dan orang hilang (karena
ditangkap dan ditawan) serta penerapan standar internasional mengenai perlakuan
manusiawi dalam perang saudara. Hukum internasional harus dikembalikan kepada
pengertian sebenarnya yaitu, kumpulan berbagai peraturan internasioanal sebagai
upaya mencegah perang, melindungi penduduk sipil, dan menciptakan perdamaian
dunia.
Hukum
internasional tidak saja mengatur hal-hal yang telah disebutkan di atas, tetapi
mengatur juga hubungan antarnegara; hubungan diplomatik; ketentuan mengenai
batas-batas negara di laut, darat, dan udara; serta prosedur dan aturan
perdagangan internasional.
2.
Asas Hukum
Internasional
a. Asas Teritorial
Asas
ini didasarkan pada kekuasaan negara atas wilayahnya. Menurut asas ini,
negara melaksanakan hukum bagi semua
orang dan semua barang yang ada di wilayahnya.
b.
Asas Kebangsaan
Asas
ini didasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya. Menurut asas ini,
setiap warga negara, di manapun dia
berada, tetap mendapatkan perlakuan hukum dari negaranya.
c. Asas kepentingan Umum
Asas
ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur
kepentingan dalam kehidupan
bermasyarakat. Menurut asas ini, negara dapat menyesuaikan diri dengan semua
keadaan dan peristiwa yang berkaitan dengan kepentingan umum.
3. Konsep Dasar Hukum Internasional
Hukum internasional
digolongkan menjadi dua:
a. Hukum Publik Internasional/Hukum Antarnegara/Hukum
Internasional
adalah kumpulan peraturan hukum yang mengatur hubungan antarnegara merdeka dan
berdaulat.
b. Hukum Privat (Perdata) Internasional/Hukum
Antarbangsa
adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan hukum antar seseorang dan
orang lain yang berlainan warga negaranya dalam sebuah negara yang berkenaan
dengan keperdataan.
Kedua
hukum tersebut selalu mengandung unsur-unsur asing di dalamnya, yaitu hubungan
hukum yang terjadi berkenaan dengan sebuah negara lain, warga negara dengan
orang asing, atau orang asing dengan orang asing dalam sebuah negara. Hukum
internasional bersifat koordinatif. Jika terjadi pelanggaran dari perikatan
yang telah disepakati dan menimbulkan
perselisihan maka penyelesaiannya dilakukan oleh MI. Karena peraturan
menentukan demikian dan pada umumnya dalam suatu perselisihan ada negara yang
ingi mempertahankan kepentingannya, sedangkan hukum internasional tidak
mempunyai kekuatan mutlak untuk mengatur setiap negara, maka perbedaan
kepentingan itu dipertemukan ole MI sesuai kata sepakat dalam perikatan yang
pernah dilakukan.
Jika
kepentingan negara dipertahankan, maka konflik berkepanjangan timbul yang dapat
mengaburkan tujuan hukum internasional yang sebenarnya.
4.
Sumber-Sumber
Hukum Internasional
Menurut
Mochtar Kusumaatmadja dalam Hukum Internasional
Humaniter (1980), sumber hukum internasional dibedakan dalam arti formal (diatur
dalam Piagam PBB) dan sumber hukum dalam arti material (membahas dasar
berlakunya hukum suatu negara). Sumber hukum material ada dua aliran berikut:
a.
Aliran
Naturalis, bersandar pada hak asasi atau hak-hak alamiah yang sumbernya pada
hukum Tuhan, sehingga menempati posisi lebih tinggi dari hukum nasional
(Grotius).
b.
Aliran
Positivisme, mendasarkan berlakunya hukum internasional pada persetujuan
bersama negara-negara ditambah dengan asas pacta
sunt servanda (Hans Kelsen).
Secara
formal, sumber-sumber hukum internasional dapat dibaca pada pasal 38 ayat 1
Piagam Mahkamah Internasional. Menurut ketentuan Pasal tersebut ada empat
sumber hukum internasional formal yang merupakan sumber hukum utama tanpa
menentukan urutan pentingnya, keempat itu yaitu:
a.
Perjanjian
Internasional (Traktat)
Adalah
ikatan hukum yang terjadi berdasarkan kata sepakat antara negara-negara sebagai
anggota organisasi bangsa-bangsa dengan tujuan melaksanakan hukum tertentu yang
mempunyai akibat hukum tertentu.
b. Kebiasaan Internasional
Hukum
kebiasaan yang berlaku internasional dapat diketahui dari praktek pelaksanaan
pergaulan negara-negara itu. Hal yang terpenting ialah diterimanya suatu
kebiasaan menjadi hukum yang bersifat umum dan kemudian menjadi hukum kebiasaan
internasional. Contohnya, peraturan yang mengatur cara-cara mengadakan
perjanjian internasional.
c. Prinsip-prinsip Hukum Umum
Prinsip-prinsip
hukum umum adalah dasar-dasar sistem hukum pada umumnya, yang berasal dari asas
hukum Romawi. Menurut Sri Setianingsih Suwardi , S.H.,fungsi prinsip-prinsip
hukum umum ada tiga yaitu:
(1)
Sebagai
pelengkap hukum kebiasaan dan perjanjian internsional. Contohnya, MI tidak
dapat menyatakan non liquet, yaitu tidak
dapat mengadili karena tidak ada hukum yang mengaturnya. Dengan adanya sumber
hukum ini MI bebas bergerak.
(2)
Sebagai
penafsiran perjanjian internasional dan hukum kebiasaan. Maksudnya kedua sumber
hukum itu harus sesuai dengan asas-asas hukum umum.
(3)
Sebagai
pembatas perjanjian internasional dan hukum kebiasaan. Contohnya, perjanjian
internasional tidak dapat memuat ketentuan yang bertentangan dengan asas-asas
hukum umum.
d. Yurispudensi dan Anggapan-Anggapan Para Ahli Hukum
Internasional
Yurispudensi
internasional (judicial decisions)
dan anggapan-anggapan para ahli hukum internasional hanya digunakan untuk
membuktikan dipakai tidaknya kaidah hukum internasional berdasarkan sumber
hukum primer, seperti perjanjian internasional, kebiasaan internasional, dan prinsip-prinsip
hukum umum dalam menyelesaikan perselisihan internasional. Apabila terjadi
perselisihan internasional, banyak negara yang segan menyelesaikan masalahnya
melalui pengadilan internasional dan Mahkamaha Internasionalpun tidak berwenang
untuk memaksanya.
5. Subjek-Subjek Hukum Internasional
a. Negara
Adalah negara
yang merdeka, berdaulat, dan bukan merupakan bagian dari negara lain. Negara
yang berdaulat artinya negara tersebut mempunyai pemerintahan sendiri secara
penuh atau mempunyai kekuasaan penuh terhadap warga negara dalam lingkungan
kewenagngan negara itu.
b.
Tahta Suci
(Vatikan)
Tahta Suci
(Heilge Stoel) adalah Gereja Katolik Roma yang diwakili oleh Paus di Vatikan.
Walaupun Vatikan bukan merupakan negara seperti pada umumnya. Tahta Suci mempunyai
kedudukan sama dengan negara sebagai subjek hukum internasional.
c.
Palang Merah
Internasional
Kedudukan PMI
sebagi subjek hukum internasional diperkuat dengan adanya beberapa perjanjian.
Diantaranya, Konvensi Jenewa tentang perlindungan korban perang.
d.
Organisasi
Internasional
Menurut
perkembanganya, organisasi internasional yang berdiri tahun 1815 dinyatakan
menjadi lembaga hukum internasional sejak Kongres Wina.
e. Orang Perseorangan (Individu)
Manusia sebagai
individu dianggap sebagai subjek hukum internasional jika dalam tindakan atau
kegiatan yang dilakukannya memperoleh penilaian positif atau negatif sesuai
kehendak damai kehidupan masyarakat dunia. Individu dapat mengajukan perkara
kepada Mahkamah Arbitrase Internasional.
f. Pemberontakan dan Pihak dalam Sengketa
Ini sebaga
subjek hukum internasional, karena mereka memiliki hak yang sama untuk:
1)
Mementukan
nasibnya sendiri;
2)
Memilih
sitem ekonomi, politik, sosial sendiri;
3)
Menguasai
sumber kekuasaan kekayaan alam di wilayah yang didudukinya.
Contohnya, Gerakan
Aceh Merdeka (GAM) yang melakukan perundingan dengan Pemerintah Indonesia di
Swedia.
6. Lembaga Peradilan Internasional
a. Mahkamah Internasional
MI merupakan pengadilan yang tertinggi
dalam kehidupan bernegara di dunia ini. Sebagai alat kelengkapan PBB, MI
beranggotakan 15 orang hakim yang dipilih oleh Majelis Umum dan Dewan Keamanan.
Masa jabatan para hakim MI adalah 9 tahun dengan ketentuan dapat dipilih
kembali.
MI berkedudukan di Den Haag (Belanda). MI
bertugas menyelesaikan perselisihan ineternasional negara-negara anggota PBB
karena semua anggota PBB adalah ipsofacto
Piagam Mahkamah Internasional menurut pasal 93 ayat 1 Piagam PBB. Ayat 2
menyatakan bahwa “negara yang bukan anggota PBB boleh menjadi peserta Piagam
Mahkamah Internasional sesuai syarat-syarat yang ditetapkan oleh Majelis Umum
atas anjuran Dewan Keamanan”. Berdasarkan ketentuan ini MI dapat mengadili
negara-negara bukan anggota PBB yang berselisih. MI mengadili masalah yang
berkenaan dengan perselisihan kepentingan dan peselisihan hukum.
b. Pengadilan Internasional
Dalam
penyelesaian Pengadilan Internasional, setiap negara anggota PBB tidak
diwajibkan membawa masalah perselisihan yang mereka hadapi ke pengadilan,
kecuali bagi negara-negara yang telah menandatangani optional clause. Ketentuan tersebut dicantumkan dalam pasal 36 ayat
2 Piagam Mahkamah Internasional, yang menyatakan bahwa “ negara-negara peserta
Piagam Mahkamah Internasional dapat menerangkan bahwa mereka mengakui kekuasaan
Mahkamah Internasional sebagai kekuasaan yang mengikat berdasar hukum dan dapat
tidak mengikat berdasarkan perjanjian istimewa”.
Dalam
hal ini, hubungan hukum internasional mengenai proses perkara didasarkan surat
gugatan. Optional clause menunjukkan
suatu langkah penting menuju suatu pengadilan internasional yang bersifat
wajib, walaupun penandatanganan negara-negara anggota hanya mengenai
penyelesaian perselisihan hukum saja.
Latihan
1.
Hukum
Internasional adalah sekumpulan peraturan hukum yang sebagian besar mengatur
tentang prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh
negara-negara merupakan pendapat dari ....
2.
Hukum
internasional haruslah memperhatikan asas-asas, yaitu ....
3.
Perjanjian
antardua negara atau lebih yang bersifat mengikat disebut ....
4.
Aliran
yang mendasarkan berlakunya hukum internasional pada persetujuan bersama negara
dan asas pacta sunt servada disebut
aliran .....
5.
Hukum
yang mengatur masalah antarbangsa disebut ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar