C. PERAN MAHKAMAH
INTERNASIONAL DALAM MENYELESAIKAN
SENGKETA
1. Mahkamah
Internasional
Mahkamah
Internasional (MI) merupakan organ hukum utama PBB yang didirikan tahun 1945 berdasarkan
Piagam PBB sebagai klanjutan Mahkamah Permanen Keadilan Internasional Liga Bangas-Bangsa.
LBB bertugas memutuskan kasus hukum antarnegara dan memberikan pendapat hukum
kepada PBB dan lembaga-lembaganya tentang hukum internasional. Markas besar MI
terletak di Den Haag, Belanda.
Seluruh
anggota PBB secara otomatis menjadi anggota MI. Negara yang bukan anggota MI dapat
menjadi pihak statuta MI atau menggunakan MI jika menerima syarat-syarat yang
ditetapkan oleh PBB dan setuju memberikan kontribusi dana kepada MI.
Sengketa
dapat dibawa ke MI melalui dua cara yaitu:
Pertama ,
melalui kesepakatan khusus antarpihak, yaitu semua pihak setuju mengajukan
persoalan kepada MI.
Kedua, melalui
permohonan sendiri oleh suatu pihak yang bertikai. Ini iterjadi, jika pemohon
percaya bahwa lawannya diwajibkan oleh syarat traktat tertentu untuk menerima
yurisdiksi MI dalm hal sengketa. Atau, negara yang merupakan para pihak dalam
statuta dapat menyatakan lebih dahulu penerimaan otomatis mereka atas
yurisdiksi MI untuk suatu atau seluruh jenis sengketa hukum. Pernyataan ini
dikenal sebagai menerima yurisdiksi wajib (compulsory jurisdiction). Setelah
permohonan diajukan, diadakanlah pemeriksaan perkara, melalui:
a.
Pemeriksaan naskah dan pemeriksaan lisan untuk
menjamin setiap pihak dalam mengemukakan pendapatnya;
b.
Sidang-sidang MI terbuka untuk umum, sedangkan
sidang-sidang arbitrase tertutup. Rapat-rapat hakim-hakim MI diadakan dalam
sidang tertutup.
Sesuai Pasal 26 statuta, MI
dari waktu ke waktu dapat membentuk satu atau beberapa
kamar yang terdiri atas tiga hakim atau lebih untuk
memeriksa kategori tertentu atas kasus-kasus, seperti perburuan atau
masalah-masalah yang berkaitan dengan transit dan komunikasi.
Jika
para pihak yang bersengketa telah mencatat deklarasi seperti ini, maka setiap
pihak dapat membawa kasus kepada MI. Tahun 1985, Presiden Amerika Serikat
Ronaldo Reagan secara resmi menerima deklarasi Amerika Serikat tentang
penerimaan menerima yurisdiksi wajib MI yang telah berlangsung lama. Namun
Amerika Serikat tetap menjadi pihak dalam statuta dan terus berpartisipasi
dalam kasus-kasus yang diajukan oleh kesepakatan khusus atau traktat, MI
mengeluarkan putusan dengan menerapkan HI yang bersalah dari traktat, praktik-praktik
yang diterima secara luas sebagai hukum (kebiasaan), dan prinsip-prinsip umum
yang ditemukan dalam sistem hukum utama dunia. MI juga merujuk pada putusan
hukum di masa lalu atau tulisan para ahli dalam bidang hukum internasional.
Keputasan MI, termasuk alasan keputusan adalah final dan mengikat, serta tidak
bisa ditinjau ulang. Dewan Keamanan PBB diberi wewenang untuk mengambil segala
tindakan yang perlu untuk menegakkan keputusan MI jika para pihak yang
bersengketa tidak mampu melaksankannya sendiri.
MI
memberika pendapat hukum tentang pertanyaan Majelis Umum PBB, Dewan Keamanan,
dan organ serta lembaga khusus PBB lain yang telah diberi wewenang oleh Majelis
Umum untuk meminta pendapat seperti ini atau yang diizinkan oleh konstitusi.
Tabel Yurisdiksi Penyelesaian Sengketa yang Bersifat
Compulsory dan Non-Compulsory
Yurisdiksi Penyelesaian Sengketa yang Bersifat
Compulsory
|
Yurisdiksi Penyelesaian Sengketa yang Bersifat Non Compulsory
|
1. Negara yang
bersengketa terikat pada perjanjian
yang menyatakan bahwa MI mempunyai
yurisdiksi atas sengketa tertentu
diantara mereka.
2. Negara yang
bersengketa mengakui yurisdiksi
compulsory MI berdasarkan klausal bahwa
negara
pihak statuta mengakui yurisdiksi
MI.
3. Permohonan peradilan
dapat diajukan sepihak
oleh negara yang bersengketa.
4. Permohonan
disampaikan pada Panitera MI dan
selanjutnya memberitahukan permohonan itu
pada negara lawan sengketa.
|
1. Pelaksanaan
yurisdiksi ini memerlukan persetujuan
dari pihak-pihak yang bersengketa.
2. Ada perjanjian khusus
antarnegara yang
bersengketa tentang penyerahan
penyelesaian
sengketa pada MI.
3. Permohonan peradilan
diajukan bersama oleh
negara yang bersengketa.
4. Permohonan peradilan
dapat diajukan oleh salah
satu pihak yang bersengketa dengan syarat
negara
lawan memberikan persetujuannya.
|
2. Hakim dalam
Mahkamah Internasional
MI
terdiri atas 15 hakim, yang masing-masing dipilih melalui sistem mayoritas
absolut oleh Dewan Keamanan dan Majelis Umum dengan pengambilan suara secara
independen. Para hakim dipilih untuk jangka waktu sembilan tahun dan dapat
dipilih kembali; tidak boleh ada dua hakim MI dari negara yang sama. Seorang
hakim hanya bisa dikeluarkan dari MI dengan suara mutlak hakim lain. Para hakim
tidak dipilih mewakili negara mereka. Melainkan dipilih berdasarkan pengetahuan
mereka tentang HI. Komposisi hakim harus mencerminkan bentuk peradaban dan
sistem hukum utama dunia. Dalam setiap sengketa, jika tidak ada seorang hakim
pun yang memiliki kewarganegaraan yang sama dengan pihak yang mengajukan kasus,
negara tersebut boleh memilih seorang hakim untuk menyertai. Sembilan hakim
membentuk kuorum dan memutuskan kasus yang diajukan berdasarkan mayoritas hakim
yang hadir. MI memilih pejabatnya sendiri dan menunjuk registrar dan pejabat
lain.
3. Prosedur
Penyelesaian Sengketa Internasional Melalui Mahkamah Internasional
Sengketa
internasional dapat diselesaikan oleh MI melalui prosedur berikut.
a) Telah terjadi
pelanggaran HAM atau kejahatan humaniter (kemanusiaan) di suatu negara
terhadap
negara lain atau rakyat negara lain
b) Ada pengaduan
dari korban (rakyat) dan pemerintahan negara yang menjadi korban
terhadap
pemerintahan dari negara yang bersangkutan karena didakwa telah melakukan
pelanggaran
HAM atau kejahatan humaniter lainnya.
c). Pengaduan disampaikan ke Komisi Tinggi HAM PBB atau
melalui lembaga-lembaga HAM
internasional
lainnya.
d) Pengaduan
ditindaklanjuti dengan peyelidikan, pemeriksaan, dan penyidikan. Jika ditemui
bukti kuat
terjadinya pelanggaran HAM atau kejahatan kemanusiaan lainnya. Maka
pemerintah
dari negara yang didakwa melakukan kejahatan humaniter dapat diajukan ke
MI.
e) Dimulailah
proses peradilan sampai dijatuhkan sanksi. Sanksi dijatuhkan bila terbukti
bahwa
pemerintahan atau individu yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran
terhadap
konvensi-konvensi internasional berkaitan dengan pelanggaran HAM atau
kejahatan
humaniter.
MI
memutuskan sengketa berdasarkan hukum. Keputusan dapat dilakukan berdasarkan
kepantasan dan kebaikan apabila disetujui oleh negara yang bersengketa.
Keputusan MI berdasarkan keputusan mayoritas hakim. Apabila jumlah suara sama, maka
keputusan ditentukan oleh Presiden MI. Keputusan MI bersifat mengikat, final,
dan tanpa banding. Keputasn MI mengikat para pihak yang bersengketa dan hanya
untuk perkara yang disengketakan.
Dalam
Pasal 57 statuta, hakim MI dapat mengemukakan pendapat terpisah atau dissenting opinion (pendapat seorang hakim yang tidak menyetujui
suatu keputusan dan menyatakan keberatannya terhadap motif-motif yang diberikan
dalam keputusan tersebut). Pendapat terpisah adalah pendapat hakim yang tidak
setuju dengan keputusan yang diambil oleh mayoritas hakim. Pengutaraan pendapat
terpisah secara resmi dapat melemahkan kekuatan keputusan mahkamah, namun juga
dapat menyebabkan hakim-hakim mayoritas berhati-hati dalm memberikan motif
keputusan mereka.
Keputusan
MI mengikat pihak yang bersengketa, sehingga negara yang bersangkutan wajib
memenuhi keputusan tersebut, dan bila tidak memenuhi kewajiban tersebut negara
lawan dapat mengajukan permohonan kepada Dewan Keamanan PBB agar keputusan MI
dijalankan. Dewan Keamanan PBB dapat merekomendasikan keputusan itu untuk dilaksanakan
atau menetapkan tindakan yang diambil. MI sendiri tidak dapat mengeksekusi
keputusannya.
4. Dukungan
Keputusan MI dalam Menyelesaikan Sengketa Internasional
Piagam
PBB bertujuan menjaga perdamaian dan keamanan dunia serta meyelesaikan konflik
antarbangsa. Piagam PBB juga secara khusus mengarahkan Majelis Umum untuk
mendorong perkembangan yang berkelanjutan dan kodifikasi hukum internasional.
Untuk menjalankan tugas ini, Majelis Umum menciptakan dua organ turunan, yaitu
Komisi Hukum Inetrnasional (1947) dan Komisi Hukum Perdagangan Internasional
(1966). Selama bertahun-tahun, Komisi Hukum Internasional mempersiapkan draf
traktat untuk mengodifikasi dan memodernisasi sejumlah topik dalam hukum
internasional, termasuk hukum laut, hukum traktat antarbangsa, hukum traktat
antar bangsa-bangsa dan organisasi internasional, kekebalan negara dari
yurisdiksi negara lain, keberlanjutan suatu negara dalam hal traktat, serta
hukum perairan air tawar internasional.
Komisi
Hukum Perdagangan Internasional merumuskan
hukum tentang perdagangan internasional dan perkembangan ekonomi. Setelah
disetujui oleh Majelis Umum, draf dari komisi ini diajukan ke konferensi
internasional yang diadakan PBB untuk pelaksanaan konvensi.
Dalam
beberapa kasus PBB mengadakan konferensi untuk membahas persolan internasional
atau menegosiasikan traktat tanpa mengusulkan lebih dahulu oleh Komisi Hukum
Internasional. Contoh terpenting adalah Konferensi PBB III tentang Hukum Laut
yang mengakhiri tugasnya tahun 1982. Konferensi ini menyepakati pelaksanaan
konvensi (ditetapkan tahun 1994) yang mengatur segala aspek penggunaan samudera
dengan damai, termasuk batas-batas teritorial, hak navigasi, dan yurisdiksi
ekonomi (kebebasan perairan). Contoh lain adalah Konferensi PBB tahun 1992 tentang
Lingkungan dan Pembangunan di Rio de Janeiro, Brazil, yang secara informal
dikenal sebagai Konferensi Bumi. Konferensi ini menghasilkan dua traktat utama:
Konvensi Keragaman Biologis tentang pelestarian keragaman biologi dunia dan
dorongan penggunaan komponennya secara berkelanjutan dan Konvensi Kerangka
Kerja Perubahan Iklim tentang pembatasan emisi gas yang dapat mengakibatkan
pemanasan global.
Sebuah landmark perkembangan hukum
internasional terjadi tahun 1998 dalam konferensi diplomatik PBB di Roma,
Italia, ketika 120 negara menerima traktat untuk menciptakan mahkamah kejahatan
internasional yang permanen. Berdiri secara resmi tahun 2002, Mahkamah
Kejahatan Internasional (International Criminal Court/ICC) bekerja secara independen
dari pengaruh PBB dan memiliki kekuasaan untuk memulai investigasi dan
menghukum penjahat perang, termasuk yang dituduh melakukan pembersihan etnis
(genosida) dan kkejahatan serius lainnya.
Berdasarkan
hukum diplomatik, hukum internasional harus dapat diterapkan dalam bidang-bidang
kejahatan kejahatan perang antarnegara, penjaminan terlaksananya hukum publik
internasionaldan hukum privat internasional di seluruh dunia, pengembangan hubungan persaudaraan
antarbangsa, pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. Penyelesaian
perkara-perkara, dan menjamin persahabatan dalam hukum internasional.
Dalam
hubungan internasional ada 4 asas perjanjian internasional yang harus ditaati
oleh pihak-pihak yang mengadakan perjanjian (pacta sunt servada) yaitu:
1. Pihak yang saling
mengadakan hubungan memiliki kedudukan yang sama (equal rights)
2. Tindakan suatu negara
terhadap negara lain dapat dibalas setimpal, baik tindakan yang
bersifat negatif maupun positif (reciprocity),
3. Asas saling menghormati dan
saling menjaga kehormatan negara (couttesy)
4. Asas yang dapat digunakan
terhadap perubahan yang mendasar/fundamental dalam
keadaan yang bertalian dengan perjanjian (rebus sig stantibus).
BalasHapusjwabannya membantu bgt:)