Selasa, 07 Maret 2017

C. PERAN MAHKAMAH INTERNASIONAL DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA



C. PERAN MAHKAMAH INTERNASIONAL DALAM MENYELESAIKAN
    SENGKETA
1. Mahkamah Internasional
            Mahkamah Internasional (MI) merupakan organ hukum utama PBB yang didirikan tahun 1945 berdasarkan Piagam PBB sebagai klanjutan Mahkamah Permanen Keadilan Internasional Liga Bangas-Bangsa. LBB bertugas memutuskan kasus hukum antarnegara dan memberikan pendapat hukum kepada PBB dan lembaga-lembaganya tentang hukum internasional. Markas besar MI terletak di Den Haag, Belanda.
            Seluruh anggota PBB secara otomatis menjadi anggota MI. Negara yang bukan anggota MI dapat menjadi pihak statuta MI atau menggunakan MI jika menerima syarat-syarat yang ditetapkan oleh PBB dan setuju memberikan kontribusi dana kepada MI.
            Sengketa dapat dibawa ke MI melalui dua cara yaitu:
Pertama , melalui kesepakatan khusus antarpihak, yaitu semua pihak setuju mengajukan persoalan kepada MI.
Kedua, melalui permohonan sendiri oleh suatu pihak yang bertikai. Ini iterjadi, jika pemohon percaya bahwa lawannya diwajibkan oleh syarat traktat tertentu untuk menerima yurisdiksi MI dalm hal sengketa. Atau, negara yang merupakan para pihak dalam statuta dapat menyatakan lebih dahulu penerimaan otomatis mereka atas yurisdiksi MI untuk suatu atau seluruh jenis sengketa hukum. Pernyataan ini dikenal sebagai menerima yurisdiksi wajib (compulsory jurisdiction). Setelah permohonan diajukan, diadakanlah pemeriksaan perkara, melalui: 
a.       Pemeriksaan naskah dan pemeriksaan lisan untuk menjamin setiap pihak dalam mengemukakan pendapatnya;
b.      Sidang-sidang MI terbuka untuk umum, sedangkan sidang-sidang arbitrase tertutup. Rapat-rapat hakim-hakim MI diadakan dalam sidang tertutup.  
Sesuai Pasal 26 statuta, MI dari waktu ke waktu dapat membentuk satu atau beberapa
kamar yang terdiri atas tiga hakim atau lebih untuk memeriksa kategori tertentu atas kasus-kasus, seperti perburuan atau masalah-masalah yang berkaitan dengan transit dan komunikasi.
            Jika para pihak yang bersengketa telah mencatat deklarasi seperti ini, maka setiap pihak dapat membawa kasus kepada MI. Tahun 1985, Presiden Amerika Serikat Ronaldo Reagan secara resmi menerima deklarasi Amerika Serikat tentang penerimaan menerima yurisdiksi wajib MI yang telah berlangsung lama. Namun Amerika Serikat tetap menjadi pihak dalam statuta dan terus berpartisipasi dalam kasus-kasus yang diajukan oleh kesepakatan khusus atau traktat, MI mengeluarkan putusan dengan menerapkan HI yang bersalah dari traktat, praktik-praktik yang diterima secara luas sebagai hukum (kebiasaan), dan prinsip-prinsip umum yang ditemukan dalam sistem hukum utama dunia. MI juga merujuk pada putusan hukum di masa lalu atau tulisan para ahli dalam bidang hukum internasional. Keputasan MI, termasuk alasan keputusan adalah final dan mengikat, serta tidak bisa ditinjau ulang. Dewan Keamanan PBB diberi wewenang untuk mengambil segala tindakan yang perlu untuk menegakkan keputusan MI jika para pihak yang bersengketa tidak mampu melaksankannya sendiri.
            MI memberika pendapat hukum tentang pertanyaan Majelis Umum PBB, Dewan Keamanan, dan organ serta lembaga khusus PBB lain yang telah diberi wewenang oleh Majelis Umum untuk meminta pendapat seperti ini atau yang diizinkan oleh konstitusi.
 
Tabel Yurisdiksi Penyelesaian Sengketa yang Bersifat Compulsory dan Non-Compulsory

Yurisdiksi Penyelesaian Sengketa yang Bersifat Compulsory
Yurisdiksi Penyelesaian Sengketa yang Bersifat Non Compulsory
1. Negara yang bersengketa terikat pada perjanjian
    yang menyatakan bahwa MI mempunyai
    yurisdiksi atas sengketa tertentu diantara mereka.
2. Negara yang bersengketa mengakui yurisdiksi
    compulsory MI berdasarkan klausal bahwa negara
    pihak statuta mengakui yurisdiksi MI. 
3. Permohonan peradilan dapat diajukan sepihak
    oleh negara yang bersengketa.
4. Permohonan disampaikan pada Panitera MI dan
    selanjutnya memberitahukan permohonan itu
    pada negara lawan sengketa.
1. Pelaksanaan yurisdiksi ini memerlukan persetujuan
    dari pihak-pihak yang bersengketa.
2. Ada perjanjian khusus antarnegara yang
    bersengketa tentang penyerahan penyelesaian
    sengketa pada MI.
3. Permohonan peradilan diajukan bersama oleh
    negara yang bersengketa.
4. Permohonan peradilan dapat diajukan oleh salah
    satu pihak yang bersengketa dengan syarat negara
   lawan memberikan persetujuannya.
    
2. Hakim dalam Mahkamah Internasional
            MI terdiri atas 15 hakim, yang masing-masing dipilih melalui sistem mayoritas absolut oleh Dewan Keamanan dan Majelis Umum dengan pengambilan suara secara independen. Para hakim dipilih untuk jangka waktu sembilan tahun dan dapat dipilih kembali; tidak boleh ada dua hakim MI dari negara yang sama. Seorang hakim hanya bisa dikeluarkan dari MI dengan suara mutlak hakim lain. Para hakim tidak dipilih mewakili negara mereka. Melainkan dipilih berdasarkan pengetahuan mereka tentang HI. Komposisi hakim harus mencerminkan bentuk peradaban dan sistem hukum utama dunia. Dalam setiap sengketa, jika tidak ada seorang hakim pun yang memiliki kewarganegaraan yang sama dengan pihak yang mengajukan kasus, negara tersebut boleh memilih seorang hakim untuk menyertai. Sembilan hakim membentuk kuorum dan memutuskan kasus yang diajukan berdasarkan mayoritas hakim yang hadir. MI memilih pejabatnya sendiri dan menunjuk registrar dan pejabat lain.

3. Prosedur Penyelesaian Sengketa Internasional Melalui Mahkamah Internasional
            Sengketa internasional dapat diselesaikan oleh MI melalui prosedur berikut.
a)  Telah terjadi pelanggaran HAM atau kejahatan humaniter (kemanusiaan) di suatu negara
     terhadap negara lain atau rakyat negara lain
b)  Ada pengaduan dari korban (rakyat) dan pemerintahan negara yang menjadi korban
     terhadap pemerintahan dari negara yang bersangkutan karena didakwa telah melakukan
     pelanggaran HAM atau kejahatan humaniter lainnya.
c). Pengaduan disampaikan ke Komisi Tinggi HAM PBB atau melalui lembaga-lembaga HAM
     internasional lainnya.
d)  Pengaduan ditindaklanjuti dengan peyelidikan, pemeriksaan, dan penyidikan. Jika ditemui
     bukti kuat terjadinya pelanggaran HAM atau kejahatan kemanusiaan lainnya. Maka
     pemerintah dari negara yang didakwa melakukan kejahatan humaniter dapat diajukan ke
     MI.
e)  Dimulailah proses peradilan sampai dijatuhkan sanksi. Sanksi dijatuhkan bila terbukti
     bahwa pemerintahan atau individu yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran
     terhadap konvensi-konvensi internasional berkaitan dengan pelanggaran HAM atau
     kejahatan humaniter.
            MI memutuskan sengketa berdasarkan hukum. Keputusan dapat dilakukan berdasarkan kepantasan dan kebaikan apabila disetujui oleh negara yang bersengketa. Keputusan MI berdasarkan keputusan mayoritas hakim. Apabila jumlah suara sama, maka keputusan ditentukan oleh Presiden MI. Keputusan MI bersifat mengikat, final, dan tanpa banding. Keputasn MI mengikat para pihak yang bersengketa dan hanya untuk perkara yang disengketakan.
            Dalam Pasal 57 statuta, hakim MI dapat mengemukakan pendapat terpisah atau dissenting opinion  (pendapat seorang hakim yang tidak menyetujui suatu keputusan dan menyatakan keberatannya terhadap motif-motif yang diberikan dalam keputusan tersebut). Pendapat terpisah adalah pendapat hakim yang tidak setuju dengan keputusan yang diambil oleh mayoritas hakim. Pengutaraan pendapat terpisah secara resmi dapat melemahkan kekuatan keputusan mahkamah, namun juga dapat menyebabkan hakim-hakim mayoritas berhati-hati dalm memberikan motif keputusan mereka.
            Keputusan MI mengikat pihak yang bersengketa, sehingga negara yang bersangkutan wajib memenuhi keputusan tersebut, dan bila tidak memenuhi kewajiban tersebut negara lawan dapat mengajukan permohonan kepada Dewan Keamanan PBB agar keputusan MI dijalankan. Dewan Keamanan PBB dapat merekomendasikan keputusan itu untuk dilaksanakan atau menetapkan tindakan yang diambil. MI sendiri tidak dapat mengeksekusi keputusannya.

4. Dukungan Keputusan MI dalam Menyelesaikan Sengketa Internasional
            Piagam PBB bertujuan menjaga perdamaian dan keamanan dunia serta meyelesaikan konflik antarbangsa. Piagam PBB juga secara khusus mengarahkan Majelis Umum untuk mendorong perkembangan yang berkelanjutan dan kodifikasi hukum internasional. Untuk menjalankan tugas ini, Majelis Umum menciptakan dua organ turunan, yaitu Komisi Hukum Inetrnasional (1947) dan Komisi Hukum Perdagangan Internasional (1966). Selama bertahun-tahun, Komisi Hukum Internasional mempersiapkan draf traktat untuk mengodifikasi dan memodernisasi sejumlah topik dalam hukum internasional, termasuk hukum laut, hukum traktat antarbangsa, hukum traktat antar bangsa-bangsa dan organisasi internasional, kekebalan negara dari yurisdiksi negara lain, keberlanjutan suatu negara dalam hal traktat, serta hukum perairan air tawar internasional.
            Komisi Hukum Perdagangan  Internasional merumuskan hukum tentang perdagangan internasional dan perkembangan ekonomi. Setelah disetujui oleh Majelis Umum, draf dari komisi ini diajukan ke konferensi internasional yang diadakan PBB untuk pelaksanaan konvensi.
            Dalam beberapa kasus PBB mengadakan konferensi untuk membahas persolan internasional atau menegosiasikan traktat tanpa mengusulkan lebih dahulu oleh Komisi Hukum Internasional. Contoh terpenting adalah Konferensi PBB III tentang Hukum Laut yang mengakhiri tugasnya tahun 1982. Konferensi ini menyepakati pelaksanaan konvensi (ditetapkan tahun 1994) yang mengatur segala aspek penggunaan samudera dengan damai, termasuk batas-batas teritorial, hak navigasi, dan yurisdiksi ekonomi (kebebasan perairan). Contoh lain adalah Konferensi PBB tahun 1992 tentang Lingkungan dan Pembangunan di Rio de Janeiro, Brazil, yang secara informal dikenal sebagai Konferensi Bumi. Konferensi ini menghasilkan dua traktat utama: Konvensi Keragaman Biologis tentang pelestarian keragaman biologi dunia dan dorongan penggunaan komponennya secara berkelanjutan dan Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim tentang pembatasan emisi gas yang dapat mengakibatkan pemanasan global.
            Sebuah landmark perkembangan hukum internasional terjadi tahun 1998 dalam konferensi diplomatik PBB di Roma, Italia, ketika 120 negara menerima traktat untuk menciptakan mahkamah kejahatan internasional yang permanen. Berdiri secara resmi tahun 2002, Mahkamah Kejahatan Internasional (International Criminal Court/ICC) bekerja secara independen dari pengaruh PBB dan memiliki kekuasaan untuk memulai investigasi dan menghukum penjahat perang, termasuk yang dituduh melakukan pembersihan etnis (genosida) dan kkejahatan serius lainnya.
            Berdasarkan hukum diplomatik, hukum internasional harus dapat diterapkan dalam bidang-bidang kejahatan kejahatan perang antarnegara, penjaminan terlaksananya hukum publik internasionaldan hukum privat internasional di seluruh  dunia, pengembangan hubungan persaudaraan antarbangsa, pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. Penyelesaian perkara-perkara, dan menjamin persahabatan dalam hukum internasional.
            Dalam hubungan internasional ada 4 asas perjanjian internasional yang harus ditaati oleh pihak-pihak yang mengadakan perjanjian (pacta sunt servada) yaitu:
1. Pihak yang saling mengadakan hubungan memiliki kedudukan yang sama (equal rights)
2. Tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas setimpal, baik tindakan yang
    bersifat negatif maupun positif (reciprocity),
3. Asas saling menghormati dan saling menjaga kehormatan negara (couttesy)
4. Asas yang dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasar/fundamental dalam
    keadaan yang bertalian dengan perjanjian (rebus sig stantibus).   

1 komentar: