C.
DAMPAK DARI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN YANG TIDAK TRANSPARAN
Salah satu akibat sosial dari pemerintahan yang tidak transparan adalah
munculnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap segala kebijakan pemerintah,
sehingga rakyat akan meninggalkan pemerintah dalam arti rakyat tidak akan
mendukung dan tidak berpartisipasi terhadap program-program pemerintah. Hal ini
akan berakibat jauh gagalnya program pemerintah.
Di
samping hal tersebut, akibat lainnya adalah munculnya praktik-praktik
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan yang menyimpang, karena rakyat tidak
diberi kesempatan untuk mengontrol kebijakan-kebijakan dan pelaksanaan program
pemerintah. Penyimpangan atau penyalahgunaan kekuasaan yang kerap kali muncul
sebagai akibat tidak transparannya pemerintah kepada rakyat adalah munculnya
penyakit Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN). Hal ini sudah terbukti semasa
pemerintahan Orde Baru yang relatif tertutup, sehingga praktik KKN ini sudah
merebak bukan saja pada pemerintah pusat, akan tetapi menjalar sampai ke
daerah-daerah.
Kolusi adalah suatu kerja sama secara rahasia untuk maksud-maksud
yang tidak terpuji atau persekongkolan antara pengusaha dengan pejabat atau
antara pejabat dengan pejabat, dan sebagainya demi keuntungan dirinya sendiri
dan merugikan orang lain dan negara.
Korupsi adalah suatu tindak penyelewengan dan penggelapan terhadap
uang negara/perusahaan atau masyarakat untuk kepentingan pribadi atau
golongannya/kelompoknya sendiri. Tindakan ini jelas akan merugikan negara,
masyarakat atau perusahaan.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi berati “penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan
sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain”;
Dalam undang-undang nomor 31 tahun 1999 yang dimaksud Tindak Pidana Korupsi dalam pasal 2
ayat (1) dikatakatakan “setiap orang yang melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang
dapat merugikan keuangan negara”, sedangkan dalam pasal 3 ayat (1) dikatakan “setiap
orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, atau sarana yang ada pada dirinya karena jabatan
atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara”
Menurut Prof.
Dr. Komariah E. Sapardjaya dalam “seminar mengenal dan memahami tindak
pidana korupsi” dikatakan bahwa ucapan terimakasih dalam suatu proyek diatas
Rp. 10.000.000. dianggap korupsi, tetapi dibawah Rp. 10.000.000. tidak termasuk
korupsi, sepanjang yang menerima merasa ini bukan suatu tindakan penyuapan
sehingga ia harus berbuat melawan hukum
Lembaga/orang yang berhak menilai kerugian negara adalah ahlinya , dalam hal ini BPK atau BPKP
atau akuntan publik yang ditunjuk oleh pemerintah, sedangkan lembaga yang berwenang melakukan
penyelidikan terhadap tindak pidana korupsi dibawah Rp. 1 milyar ditangani
kejaksaan, apabila diatas Rp. 1 milyar diselidiki oleh KPK. Kepolisian dapat
pula melakukan penyelidikan terhadap kasus umum pidana maupun perdata, namun
apabila mengarah pada tindak pidana korupsi, maka kasusnya dilimpahkan ke
kejaksaan.
Berdasarkan
undang-undang nomor 30 tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, bahwa pemberantasan tindak pidana korupsi adalah
serangkaian tindakan untuk untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi
melalui upaya monitor, penyelidikan, penyidikan, penunntutan, dan pemeriksaan
di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Salah satu lembaga yang dibentuk untuk
menjalankan tujuan tersebut adalah Komisi
Pemberantasan Korupsi.
Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi, antara lain :
a.
koordinasi dengan instasi yang
berwenang melakukan pemberantasantindak pidana korupsi.
b.
Supervisi terhadap instansi
yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
c.
Melakukan penyelidikan, penyidikan
dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
d.
Melakukan tindakan-tindakan
pencegahan tindak pidana korupsi.
e.
Memonitor penyelenggaraan
pemerintah negara
1. Arti Kolusi
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, kolusi
berati “kerjasama rahasia untuk maksud tidak terpuji; persengkokolan”.
Biasanya kolusi merupakan salah hambatan pemerataan yang dilakukan oleh pejabat
dan pengusaha, pejabat negara biasanya memanfaatkan jabatannya untuk
kepentingan pihak lain yang tentu saja
hal ini merupakan bukan hanya bagi perorangan, tetapi juga masyarakat, bangsa
dan negara.
Nepotisme adalah sikap yang mengutamakan sanak keluarga dalam
pengisian jabatan tertentu dengan tidak melihat keahlian dan
profesionalismenya. Akibat dari tindakan ini adalah kualitas kerja yang rendah,
karena diisi oleh orang-orang yang bukan ahlinya sementara negara harus
mengeluarkan uang yang besar. Jadi, tindakan ini juga dapat merugikan negara
dan orang lain, karena orang-orang yang ahli di bidangnya akan tersingkir
karena ia tidak memiliki hubungan keluarga.
Kolusi, korupsi, dan nepotisme ini merupakan penyakit yang ada
dalam kehidupan kita sebagai bangsa Indonesia. Akibat dari KKN ini
negara banyak dirugikan bukan saja dalam bidang ekonomi akan tetapi juga dapat
merugikan dalam bidang politik dan sosial budaya. Jadi, KKN ini bukan saja
merusak perekonomian negara akan tetapi juga telah merusak mental budaya
masyarakat Indonesia.
1.
Sebab-sebab Timbulnya
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
Korupsi, kolusi dan nepotisme berkembang
diakibatkan oleh penyelenggara yang tertutup, penyelenggara negara yang
tertutup berarti penyelenggra negara tidak bersedia memberikan informasi dan
sengaja menyembunyikan yang berkaitan dengan publik kepada warganya..
Ketertutupan berarti tidak adanya komunikasi dan informasi, baik dari
masyarakat kepemerintah maupun dari pemerintah ke masyarakat. Keadaan yang
tertutup menjadikan masyarakat tidak mengetahui aapa yang dilakukan oleh
pemerintahnya.
Ketertutupan membuat
sesuatu menjadi tidak jelas, sehingga peluang penyalahgunaan kekuasaan oleh
pemerintah sangat memungkinkan, misalnya Pungli dengan berbagai dalih, praktek
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), komersialisasi jabatan dan bentuk
penyimpangan lainnya yang merugikan berbagai pihak atau juga yang sering disebut
menjadi “ekonomi biaya tinggi”
Ketertutupan dapat mengurangi
partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan, apabila
partisipasi masyarakat semakin kecil dan penyelenggra semakin menyalahgunakan
kekuasaannya, maka pemerintah negara semakin tidak tidak dipercaya masyarakat,
dan apabila ini berlangsung lama maka tidak mustahil akan terjadi pertentangan dan kerusuhan
masal dan tentu saja hal ini dapat mengganngu
stabilitas nasional.
Sebagai warganegara
yang baik kita harus mampu menghindari perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Kewajiban nwarganegara adalah mencegah dan memberantas korupsi agar pelaksanaan
pembangunan nasional dapat berjalan sesuai dengan harapan yang telah
dicanangkan dalam program pembangunan.. Untuk mencegah agar tidak dilakukan
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme diperlukan peran serta masyarakat untuk selalu
mengawasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar