Minggu, 20 November 2016

DAMPAK DARI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN YANG TIDAK TRANSPARAN



C. DAMPAK DARI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN YANG TIDAK TRANSPARAN
Salah satu akibat sosial dari pemerintahan yang tidak transparan adalah munculnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap segala kebijakan pemerintah, sehingga rakyat akan meninggalkan pemerintah dalam arti rakyat tidak akan mendukung dan tidak berpartisipasi terhadap program-program pemerintah. Hal ini akan berakibat jauh gagalnya program pemerintah.
Di samping hal tersebut, akibat lainnya adalah munculnya praktik-praktik penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan yang menyimpang, karena rakyat tidak diberi kesempatan untuk mengontrol kebijakan-kebijakan dan pelaksanaan program pemerintah. Penyimpangan atau penyalahgunaan kekuasaan yang kerap kali muncul sebagai akibat tidak transparannya pemerintah kepada rakyat adalah munculnya penyakit Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN). Hal ini sudah terbukti semasa pemerintahan Orde Baru yang relatif tertutup, sehingga praktik KKN ini sudah merebak bukan saja pada pemerintah pusat, akan tetapi menjalar sampai ke daerah-daerah.
Kolusi adalah suatu kerja sama secara rahasia untuk maksud-maksud yang tidak terpuji atau persekongkolan antara pengusaha dengan pejabat atau antara pejabat dengan pejabat, dan sebagainya demi keuntungan dirinya sendiri dan merugikan orang lain dan negara.
Korupsi adalah suatu tindak penyelewengan dan penggelapan terhadap uang negara/perusahaan atau masyarakat untuk kepentingan pribadi atau golongannya/kelompoknya sendiri. Tindakan ini jelas akan merugikan negara, masyarakat atau perusahaan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi berati “penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain”;
Dalam undang-undang nomor 31 tahun 1999 yang dimaksud Tindak Pidana Korupsi dalam pasal 2 ayat (1) dikatakatakan  “setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara”, sedangkan dalam  pasal 3 ayat (1) dikatakan  “setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, atau sarana yang ada pada dirinya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara”
Menurut Prof. Dr. Komariah E. Sapardjaya dalam “seminar mengenal dan memahami tindak pidana korupsi” dikatakan bahwa ucapan terimakasih dalam suatu proyek diatas Rp. 10.000.000. dianggap korupsi, tetapi dibawah Rp. 10.000.000. tidak termasuk korupsi, sepanjang yang menerima merasa ini bukan suatu tindakan penyuapan sehingga ia harus berbuat melawan hukum
      Lembaga/orang yang berhak menilai kerugian negara  adalah ahlinya , dalam hal ini BPK atau BPKP atau akuntan publik yang ditunjuk oleh pemerintah,  sedangkan lembaga yang berwenang melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana korupsi dibawah Rp. 1 milyar ditangani kejaksaan, apabila diatas Rp. 1 milyar diselidiki oleh KPK. Kepolisian dapat pula melakukan penyelidikan terhadap kasus umum pidana maupun perdata, namun apabila mengarah pada tindak pidana korupsi, maka kasusnya dilimpahkan ke kejaksaan.
Berdasarkan undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya monitor, penyelidikan, penyidikan, penunntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu lembaga yang dibentuk untuk menjalankan tujuan tersebut adalah Komisi Pemberantasan Korupsi.
Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi, antara lain :
a.       koordinasi dengan instasi yang berwenang melakukan pemberantasantindak pidana korupsi.
b.      Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
c.       Melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
d.      Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
e.       Memonitor penyelenggaraan pemerintah negara 

1.   Arti Kolusi
 Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, kolusi berati “kerjasama rahasia untuk maksud tidak terpuji; persengkokolan”. Biasanya kolusi merupakan salah hambatan pemerataan yang dilakukan oleh pejabat dan pengusaha, pejabat negara biasanya memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan  pihak lain yang tentu saja hal ini merupakan bukan hanya bagi perorangan, tetapi juga masyarakat, bangsa dan negara.
Nepotisme adalah sikap yang mengutamakan sanak keluarga dalam pengisian jabatan tertentu dengan tidak melihat keahlian dan profesionalismenya. Akibat dari tindakan ini adalah kualitas kerja yang rendah, karena diisi oleh orang-orang yang bukan ahlinya sementara negara harus mengeluarkan uang yang besar. Jadi, tindakan ini juga dapat merugikan negara dan orang lain, karena orang-orang yang ahli di bidangnya akan tersingkir karena ia tidak memiliki hubungan keluarga.
Kolusi, korupsi, dan nepotisme ini merupakan penyakit yang ada dalam kehidupan kita sebagai bangsa Indonesia. Akibat dari KKN ini negara banyak dirugikan bukan saja dalam bidang ekonomi akan tetapi juga dapat merugikan dalam bidang politik dan sosial budaya. Jadi, KKN ini bukan saja merusak perekonomian negara akan tetapi juga telah merusak mental budaya masyarakat Indonesia.
1.      Sebab-sebab Timbulnya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
 Korupsi, kolusi dan nepotisme berkembang diakibatkan oleh penyelenggara yang tertutup, penyelenggara negara yang tertutup berarti penyelenggra negara tidak bersedia memberikan informasi dan sengaja menyembunyikan yang berkaitan dengan publik kepada warganya.. Ketertutupan berarti tidak adanya komunikasi dan informasi, baik dari masyarakat kepemerintah maupun dari pemerintah ke masyarakat. Keadaan yang tertutup menjadikan masyarakat tidak mengetahui aapa yang dilakukan oleh pemerintahnya.
        Ketertutupan membuat sesuatu menjadi tidak jelas, sehingga peluang penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah sangat memungkinkan, misalnya Pungli dengan berbagai dalih, praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), komersialisasi jabatan dan bentuk penyimpangan lainnya yang merugikan berbagai pihak atau juga yang sering disebut menjadi “ekonomi biaya tinggi”
        Ketertutupan dapat mengurangi partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan, apabila partisipasi masyarakat semakin kecil dan penyelenggra semakin menyalahgunakan kekuasaannya, maka pemerintah negara semakin tidak tidak dipercaya masyarakat, dan apabila ini berlangsung lama maka tidak mustahil  akan terjadi pertentangan dan kerusuhan masal  dan tentu saja hal ini dapat mengganngu stabilitas nasional.
          Sebagai warganegara yang baik kita harus mampu menghindari perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme. Kewajiban nwarganegara adalah mencegah dan memberantas korupsi agar pelaksanaan pembangunan nasional dapat berjalan sesuai dengan harapan yang telah dicanangkan dalam program pembangunan.. Untuk mencegah agar tidak dilakukan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme diperlukan peran serta masyarakat untuk selalu mengawasi.
      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar