Rabu, 18 Januari 2017

B. PERJANJIAN INTERNASIONAL



B. PERJANJIAN INTERNASIONAL
1. Makna Perjanjian Internasional
            Perjanjian internasional adalah ikatan hukum yang terjadi berdasarkan kata sepakat antarnegara anggota organisasi bangsa-bangsa dengan tujuan melaksanakan hukum tertentu yang mempunyai akibat hukum tertentu. Perjanjian internasional memerlukan adanya:
a. negara-negara yang tergabung dalam organisasi
b. bersedia mengadakan ikatan hukum tertentu
c. kata sepakat untuk melakukan sesuatu
d. bersedia menanggung akibat-akibat hukum yang terjadi.
            Subjek-subjek HI terdiri dari negara-negara sebagai anggota organisasi bangsa-bangsa yang akan terikat pada kata sepakat yang diperjanjikan. Perjanjian internasional dapat menjadi hukum, yaitu sumber hukum antarnegara yang terikat pada perjanjian itu. Contohnya,  declaration of Paris 1856 dan charter of the United Nations. Perjanjian internasional menjadi penting karena dijadikan ukuran oleh negara-negara lain yang tidak mengikatkan diri dalam perjanjian dan menjadikannya pedoman dalam pergaulan HI.

2. Istilah-istilah Perjanjian Internasional
a. Traktat (Treaty), yaitu perjanjian paling formal  yang merupakan persetujuan dua
    negara atau lebih. Mencakup bidang politik dan ekonomi.
b. Konvensi (Convention), yaitu persetujuan formal yang bersifat multilateral dan tidak
    berurusan dengan kebijakan tingkat tinggi (high policy). Perjanjian ini dilegalisasi oleh
    wakil-wakil yang berkuasa penuh (full powers).
c. Protokol (protocol), yaitu persetujuan tidak resmi dan pada umumnya tidak dibuat oleh
    kepala negara, yang mengatur masalah-masalah tambahan seperti penafsiran klausual-
    klausual tertentu.
d. Persetujuan  (Agreement), yaitu perjanjian yang lebih bersifat teknis atau administratif.
    Agreement tidak diratifikasi karena sifatnya tidak seresmi traktat dan konvensi.
e. Perikatan (Arrangement), yaitu istilah yang digunakan untuk transaksi-transaksi yang
    sifatnya sementara. Perikatan tidak seresmi traktat dan konvensi.
f. Proses verbal, yaitu catatan-catatan, ringkasan –ringkasan, atau kesimpulan-kesimpulan
    konfrensi diplomatik, atau catatan-catatan permufakatan. Proses ini tidak diratifikasi.
g. Piagam (Statuta), yaitu himpunan peraturan yang ditetapkan oleh persetujuan
    internasional mengenai pekerjaan maupun kesatuan-kesatuan tertentu.
h. Dekalarasi (Declaration), yaitu perjanjian internasional yang berbentuk traktat dan
    dokumen tidak resmi dan mengatur hal-hal yang kurang penting.
i. Modus Vivendi, yaitu dokumen untuk mencatat persetujuan internasional yang bersifat
   sementara sampai berhasil diwujudkan persetujuan yang lebih permanen, terinci,
   sistematis, dan tidak melakukan ratifikasi.
j. Pertukaran nota, yaitu metode tidak resmi yang biasanya dilakukan oleh wakil-wakil
   militer atau negara yang bersifat multilateral.
k. Ketentuan penutup (Final Act), yaitu ringkasan hasil konvensi yang menyebutkan
    negara peserta, nama utusan yang turut diundang, serta masalah yang disetujui
    konferensi dan tidak memerlukan ratifikasi.
l. Ketentuan Umum (General Act), yaitu traktat yang dapat bersifat resmi dan tidak resmi.
m. Charter, istilah yang dipakai dalam perjanjian internasional untuk pendirian badan
      yang melakukan fungsi administrasi, misal Atlantic Charter.
n. Pakta (Pact), yaitu suatu persetujuan yang lebih khusus dan membutuhkan ratifikasi.
    Contohnya Pakta Warsawa.
o. Covenant, yaitu anggaran dasar Liga Bangsa-Bangsa (LBB).

3. Tahap-Tahap Perjanjian Internasional
      Negara-negara di dunia berpedoman pada Konvensi Wina 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional yang menyebutkan tahap-tahap pembuatan internasional baik bilateral maupun multilateral, yang meliputi:
a. Perundingan (Negotation)
            Perundingan merupakan perjanjian tahap pertama antarpihak/antarnegara tentang objek tertentu. Jika belum pernah ada perjanjian yang dibuatnya, maka diperlukan penjajakan (survei) atau pembicaraan pendahuluan oleh masing-masing pihak. Dalam melakukan negoisasi negara dapat diwakili oleh pejabat dengan surat kuasa penuh (full powers). Negoisasi dapat dilakukan oleh kepala negara, kepala pemerintahan, menteri luar negeri, atau duta besar. Jika penjajakan menghasilkan kesepakatan dan rasa saling percaya maka dilanjutkan dengan proses selanjutnya yaitu penandatanganan.
b. Penandatanganan (Signature)
            Perjanjian yang bersifat bilateral, penandatanganan dilakukan menteri luar negeri (menlu) atau kepala pemerintahan, sedangkan yang bersifat multilateral penandatanganan baru dianggap sah jika 2/3 suara peserta yang hadir memberikan suara, kecuali ditentukan lain.
c. Ratifikasi (Ratification)
            Ratifikasi adalah penandatangan perjanjian yang bersifat sementara dan masih harus dikuatkan dengan pengesahan atau penguatan. Suatu negara mengikatkan diri pada perjanjian bila perjanjian tersebut telah disahkan oleh badan yang berwenang di negaranya. Ratifikasi perjanjian internasional dibedakan menjadi tiga yaitu:
(1) Ratifikasi oleh badan eksekutif. Sistem ini biasanya dilakukan oleh raja-raja absolut dan  pemerintahan otoriter.
(2) Ratifikasi oleh badan legislatif. Sistem ini jarang digunakan.
(3) Ratifikasi campuran  (DPR dan pemerintah). Sistem ini paling banyak dipilih negara-negara di dunia karena peranan legisilatif dan eksekutif sama-sama menentukan proses ratifikasi suatu perjanjian.
            Konvensi Wina 1969 Pasal 24 menyebutkan perjanjian internasional mulai berlaku
(1)   Sesuai dengan waktu yang ditentukan dalam naskah perjanjian tersebut.
(2)   Saat peserta perjanjian mengikat diri pada perjanjian tersebut bila dalam naskah tersebut tidak disebutkan waktu berlakunya.

4. Pengikat Diri pada Perjanjian Internasional
            Menteri memberikan pandangan politis dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional, dengan berkonsultasi pada DPR dalam hal yang menyangkut kepentingan publik. Pemerintahan RI mengikatkan diri pada perjanjian internasional melalui panandatanganan, pengesahan, pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik, dan cara-cara sebagaimana disepakati para pihak dalam perjanjian internasional.


5. Pembuatan Perjanjian Internasional
            Dalam pembuatan perjanjian internasional, pemerintah RI berpedoman pada kepentingan nasional dan berdasarkan prinsip-prinsip persamaan kedudukan, saling menguntungkan, dan memerhatikan, baik hukum nasional maupun hukum internasinal yang berlaku. Dalam mempersiapkan pembuatan perjanjian internasional, pemerintah RI harus menetapkan posisisnya yang dituangkan dalam pedoman delegasi RI. Pedoman delegasi RI yang perlu mendapat persetujuan menteri memuat hal-hal:
a.      Latar belakang permasalahan.
b.      Analisis permasalahan ditinjau dari aspek politik dan yuridis serta aspek lain yang dapat mempengaruhi kepentingan nasional Indonesia.
c.       Posisi Indonesia, saran, dan penyesuian yang dapat dilakukan untuk mencapai kesepakatan.
Perundingan rancangan perjanjian internasional dilakukan delegasi RI yang dipimpin menteri atau pejabat lain sesuai materi perjanjian dan lingkup kewenangan masing-masing. Pembuatan perjanjian internasinal dilakukan melalui tahap penjajakan, perundingan, perumusan naskah, penerimaan, dan penandatanganan.
            Pejabat yang dapat menandatangani perjanjian internasional tanpa memerlukan surat kuasa adalah presiden atau menteri. Surat Kuasa (Full Powers) adalah surat yang dikeluarkan oleh presiden atau menteri kepada satu atau beberapa orang yang mewakili pemerintahan Ri untuk menandatangani atau menerima nasakah perjanjian, menyatakan persetujuan negara untuk mengikatkan diri pada perjanjian, dan/atau menyelesaikan hal-hal lain yang diperlukan dalam pembuatan perjanjian internasional. Surat kuasa berbeda dengan surat kepercayaan. Surat Kepercayaan (Credentials) adalah surat yang dikeluarkan oleh presiden atau menteri kepada satu atau beberapa orang yang mewakili pemerintahan RI untuk menghadiri, merundingkan, dan/atau menerima hasil akhir suatu pertemuam internasional.
            Pemerintah RI dapat melakukan pensyaratan dan/atau pernyataan, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian internasional. Pensyaratan (Reservation) adalah pernyataan sepihak suatu negara untuk tidak menerima berlakunya ketentuan tertentu pada perjanjian internasioanal, dalam rumusan yang dibuat ketika menendatangani, menerima, menyetujui, atau mengesahkan perjanjian internasional yang bersifat multilateral. Pernyataan (Declaration) adalah pernyataan sepihak suatu negara tentang pemahaman atau penafsiran mengenai suatu ketentuan dalam perjanjian iternasional, yang dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau mengesahkan perjanjian internasional yang bersifat multilateral, guna memperjelas makna ketentuan tersebut dan tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi hak dan kewajiban negara dalam perjanjian internasional.
            Pensyaratan dan pernyataan yang dilakukan pada saat penandatanganan perjanjian internasional harus ditegaskan kembali pada saat pengesahan perjanjian tersebut. Persyaratan dan penryataan ini dapat ditarik kembali setiap saat melalui pernyataan tertulis atau menurut tata cara yang ditetapkan dalam perjanjian internasional.

6. Pengesahan Perjanjian Internasional
            Pengesahan perjanjian internasional oleh pemerintah RI dilakukan sepanjang dipersyaratkan dalam perjanjian tersebut, yang dilakukan dengan UU atau keputusan presiden. Pengesahan dilakukan dengan UU apabila materinya berkenaan dengan:
a.      Masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara;
b.      Perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara RI;
c.       Kedaulatan atau hak negara;
d.      Hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
e.      Pembentukan kaidah hukum baru;
f.        Pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
Pengesahan perjanjian internasional yang materinya tidak termasuk dalam daftar
di atas dilakukan dengan keputusan presiden. Pemerintah RI menyampaikan salinan setiap keputusan presiden yang mengesahkan perjanjian internasional kepada DPR untuk dievaluasi.
            Dalam mengesahkan perjanjian internasional, lembaga pemrakarsa yang terdiri atas lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun nondepartmen, menyiapkan salinan naskah perjanjian , terjemahan, rancangan UU, atau rancangan keputusan presiden tentang pengesahan perjanjian internasional dimaksud serta dokumen-dokumen lain yang diperlukan. Lembaga pemrakarsa lalu mengkoordinasikan pembahasan rancangan dan/atau materi permasalahan bersama dengan pihak terkait. Prosedur pengajuan pengesahan perjanjian internasional dilakukan melalui menteri untuk disampaikan kepada presiden. Setiap UU atau keputusan presiden tentang pengesahan perjanjian internasional ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

7. Pemberlakuan Perjanjian Internasional
            Perjanjian internasional mulai berlaku dan mengikat para pihak setelah memenuhi ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian tersebut. Pemerintah RI melakukan perubahan atas ketentuan perjanjian internasional berdasarkan kesepakatan antarpihak dalam perjanjian tersebut. Perubahan perjanjian internasional mengikat para pihak melalui tata cara yang ditetapkan perjanjian tersebut. Perubahan atas perjanjian internasional yang telah disahkan oleh pemerintah RI dilakukan dengan peraturan perundag-undangan yang setingkat. Dalam hal perubahan perjanjian internasional yang hanya bersifat teknis-administrasi, pengesahan perubahan tersebut dilakukan melalui prosedur sederhana.

8. Penyimpanan Perjanjian Internasional
            Menteri bertanggung jawab menyimpan dan memelihara naskah asli perjanjian internasional yang dibuat pemerintah RI serta menyusun daftar naskah resmi dan menerbitkannya dalam himpunan perjanjian internasional. Salinan naskah resmi setiap perjanjian internasional disampaikan kepada lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun nondepartemen pemrakarsa.
            Menteri memberitahukan dan menyimpan salinan resmi perjanjian internasional yang telah dibuat pemerintah RI kepada sekretariat organisasi internasional yang didalam nya pemerintah RI menjadi anggota. Menteri memberitahukan dan menyampaikan salinan piagam pengesahan perjanjian internasional kepada istansi-insansi terkait. Dalam hal pemerintah RI ditunjuk sebagai penyimpan pengesahan perjanjian internasional, menteri menerima dan menjadi menyimpan piagam pengesahan perjanjian internasional yang disampiakan negara-negara pihak perjanjian.  


9. Pengakhiran Perjanian Internasioal
            Perjanjian internasional berakhir apabila terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam perjanjian, tujuan perjanjian tersebut telah tercapai, terdapat perubahan mendasar yang memengaruhi pelaksanaan perjanjian, salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian, dibuat perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama, muncul norma-norma baru dalam hukum internasional, objek perjanjian internasioanal, atau terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan nasional.
            Perjanjian internasional berakhir sebelum waktunya berdasarkan kesepakatan para pihak, tidak memengaruhi penyelesaian setiap pengaturan yang menjadi bagian perjanjian dan belum dilaksanakan secara penuh pada saat berakhirnya perjanjian tersebut. Perjanjian internasional tidak berakhir karena suksesi negara dan tetap berlaku selama negara pengganti menyatakan terikat pada perjanjian tersebut.

Latihan
1. Pemerintah RI menyampaiakan salianan Keppres yang mengesahkan suatu perjanjian internasional kepada .....
2.      Pedoman bagi negara-nagara yang ingin membuat perjanjian internasinaol adalah .....
3.      Ratifikasi perjanjian internasional dapat dibedakan mejadi tiga yaitu ......
4.      Persetujuan formal yang bersifat multilateral disebut ......
5.      Cara untuk mengesahkan perjanjian internasional yang sudah ditandatangani disebut .....

1 komentar: