B.
PERJANJIAN INTERNASIONAL
1. Makna
Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional adalah ikatan hukum yang terjadi berdasarkan
kata sepakat antarnegara anggota organisasi bangsa-bangsa dengan tujuan
melaksanakan hukum tertentu yang mempunyai akibat hukum tertentu. Perjanjian
internasional memerlukan adanya:
a. negara-negara yang tergabung dalam organisasi
b. bersedia mengadakan ikatan hukum tertentu
c. kata sepakat untuk melakukan sesuatu
d. bersedia menanggung akibat-akibat hukum yang
terjadi.
Subjek-subjek
HI terdiri dari negara-negara sebagai anggota organisasi bangsa-bangsa yang
akan terikat pada kata sepakat yang diperjanjikan. Perjanjian internasional
dapat menjadi hukum, yaitu sumber hukum antarnegara yang terikat pada
perjanjian itu. Contohnya, declaration of Paris 1856 dan charter of the United Nations.
Perjanjian internasional menjadi penting karena dijadikan ukuran oleh
negara-negara lain yang tidak mengikatkan diri dalam perjanjian dan
menjadikannya pedoman dalam pergaulan HI.
2.
Istilah-istilah Perjanjian Internasional
a. Traktat (Treaty),
yaitu perjanjian paling formal yang
merupakan persetujuan dua
negara atau
lebih. Mencakup bidang politik dan ekonomi.
b. Konvensi (Convention),
yaitu persetujuan formal yang bersifat multilateral dan tidak
berurusan
dengan kebijakan tingkat tinggi (high
policy). Perjanjian ini dilegalisasi oleh
wakil-wakil
yang berkuasa penuh (full powers).
c. Protokol (protocol),
yaitu persetujuan tidak resmi dan pada umumnya tidak dibuat oleh
kepala
negara, yang mengatur masalah-masalah tambahan seperti penafsiran klausual-
klausual tertentu.
d. Persetujuan (Agreement), yaitu perjanjian yang lebih
bersifat teknis atau administratif.
Agreement
tidak diratifikasi karena sifatnya tidak seresmi traktat dan konvensi.
e. Perikatan (Arrangement),
yaitu istilah yang digunakan untuk transaksi-transaksi yang
sifatnya
sementara. Perikatan tidak seresmi traktat dan konvensi.
f. Proses verbal, yaitu catatan-catatan, ringkasan
–ringkasan, atau kesimpulan-kesimpulan
konfrensi diplomatik, atau catatan-catatan
permufakatan. Proses ini tidak diratifikasi.
g. Piagam (Statuta),
yaitu himpunan peraturan yang ditetapkan oleh persetujuan
internasional mengenai pekerjaan maupun
kesatuan-kesatuan tertentu.
h. Dekalarasi (Declaration),
yaitu perjanjian internasional yang berbentuk traktat dan
dokumen
tidak resmi dan mengatur hal-hal yang kurang penting.
i. Modus Vivendi,
yaitu dokumen untuk mencatat persetujuan internasional yang bersifat
sementara sampai berhasil diwujudkan
persetujuan yang lebih permanen, terinci,
sistematis,
dan tidak melakukan ratifikasi.
j. Pertukaran nota, yaitu metode tidak resmi yang
biasanya dilakukan oleh wakil-wakil
militer atau
negara yang bersifat multilateral.
k. Ketentuan penutup (Final Act), yaitu ringkasan hasil konvensi yang menyebutkan
negara peserta, nama utusan yang turut
diundang, serta masalah yang disetujui
konferensi dan tidak memerlukan ratifikasi.
l. Ketentuan Umum (General
Act), yaitu traktat yang dapat bersifat resmi dan tidak resmi.
m. Charter,
istilah yang dipakai dalam perjanjian internasional untuk pendirian badan
yang melakukan fungsi administrasi, misal Atlantic Charter.
n. Pakta (Pact),
yaitu suatu persetujuan yang lebih khusus dan membutuhkan ratifikasi.
Contohnya
Pakta Warsawa.
o. Covenant,
yaitu anggaran dasar Liga Bangsa-Bangsa (LBB).
3.
Tahap-Tahap Perjanjian Internasional
Negara-negara di dunia berpedoman pada Konvensi Wina 1969 tentang Hukum
Perjanjian Internasional yang menyebutkan tahap-tahap pembuatan internasional
baik bilateral maupun multilateral, yang meliputi:
a.
Perundingan (Negotation)
Perundingan
merupakan perjanjian tahap pertama antarpihak/antarnegara tentang objek
tertentu. Jika belum pernah ada perjanjian yang dibuatnya, maka diperlukan
penjajakan (survei) atau pembicaraan
pendahuluan oleh masing-masing pihak. Dalam melakukan negoisasi negara dapat
diwakili oleh pejabat dengan surat kuasa penuh (full powers). Negoisasi dapat dilakukan oleh kepala negara, kepala
pemerintahan, menteri luar negeri, atau duta besar. Jika penjajakan
menghasilkan kesepakatan dan rasa saling percaya maka dilanjutkan dengan proses
selanjutnya yaitu penandatanganan.
b. Penandatanganan
(Signature)
Perjanjian yang bersifat bilateral, penandatanganan dilakukan menteri
luar negeri (menlu) atau kepala pemerintahan, sedangkan yang bersifat
multilateral penandatanganan baru dianggap sah jika 2/3 suara peserta yang
hadir memberikan suara, kecuali ditentukan lain.
c.
Ratifikasi (Ratification)
Ratifikasi
adalah penandatangan perjanjian yang bersifat sementara dan masih harus
dikuatkan dengan pengesahan atau penguatan. Suatu negara mengikatkan diri pada
perjanjian bila perjanjian tersebut telah disahkan oleh badan yang berwenang di
negaranya. Ratifikasi perjanjian internasional dibedakan menjadi tiga yaitu:
(1) Ratifikasi oleh badan eksekutif. Sistem ini
biasanya dilakukan oleh raja-raja absolut dan pemerintahan otoriter.
(2) Ratifikasi oleh badan legislatif. Sistem ini
jarang digunakan.
(3) Ratifikasi campuran (DPR dan pemerintah). Sistem ini paling
banyak dipilih negara-negara di dunia karena peranan legisilatif dan eksekutif
sama-sama menentukan proses ratifikasi suatu perjanjian.
Konvensi
Wina 1969 Pasal 24 menyebutkan perjanjian internasional mulai berlaku
(1)
Sesuai dengan
waktu yang ditentukan dalam naskah perjanjian tersebut.
(2)
Saat peserta
perjanjian mengikat diri pada perjanjian tersebut bila dalam naskah tersebut
tidak disebutkan waktu berlakunya.
4. Pengikat
Diri pada Perjanjian Internasional
Menteri
memberikan pandangan politis dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam
pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional, dengan berkonsultasi pada
DPR dalam hal yang menyangkut kepentingan publik. Pemerintahan RI mengikatkan
diri pada perjanjian internasional melalui panandatanganan, pengesahan,
pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik, dan cara-cara sebagaimana
disepakati para pihak dalam perjanjian internasional.
5. Pembuatan
Perjanjian Internasional
Dalam
pembuatan perjanjian internasional, pemerintah RI berpedoman pada kepentingan
nasional dan berdasarkan prinsip-prinsip persamaan kedudukan, saling
menguntungkan, dan memerhatikan, baik hukum nasional maupun hukum internasinal
yang berlaku. Dalam mempersiapkan pembuatan perjanjian internasional,
pemerintah RI harus menetapkan posisisnya yang dituangkan dalam pedoman
delegasi RI. Pedoman delegasi RI yang perlu mendapat persetujuan menteri memuat
hal-hal:
a.
Latar belakang
permasalahan.
b.
Analisis
permasalahan ditinjau dari aspek politik dan yuridis serta aspek lain yang
dapat mempengaruhi kepentingan nasional Indonesia.
c.
Posisi Indonesia,
saran, dan penyesuian yang dapat dilakukan untuk mencapai kesepakatan.
Perundingan rancangan perjanjian internasional
dilakukan delegasi RI yang dipimpin menteri atau pejabat lain sesuai materi
perjanjian dan lingkup kewenangan masing-masing. Pembuatan perjanjian
internasinal dilakukan melalui tahap penjajakan, perundingan, perumusan naskah,
penerimaan, dan penandatanganan.
Pejabat
yang dapat menandatangani perjanjian internasional tanpa memerlukan surat kuasa
adalah presiden atau menteri. Surat
Kuasa (Full Powers) adalah surat
yang dikeluarkan oleh presiden atau menteri kepada satu atau beberapa orang
yang mewakili pemerintahan Ri untuk menandatangani atau menerima nasakah
perjanjian, menyatakan persetujuan negara untuk mengikatkan diri pada
perjanjian, dan/atau menyelesaikan hal-hal lain yang diperlukan dalam pembuatan
perjanjian internasional. Surat kuasa berbeda dengan surat kepercayaan. Surat Kepercayaan (Credentials) adalah surat yang dikeluarkan oleh presiden atau
menteri kepada satu atau beberapa orang yang mewakili pemerintahan RI untuk
menghadiri, merundingkan, dan/atau menerima hasil akhir suatu pertemuam
internasional.
Pemerintah
RI dapat melakukan pensyaratan dan/atau pernyataan, kecuali ditentukan lain
dalam perjanjian internasional. Pensyaratan
(Reservation) adalah pernyataan
sepihak suatu negara untuk tidak menerima berlakunya ketentuan tertentu pada
perjanjian internasioanal, dalam rumusan yang dibuat ketika menendatangani,
menerima, menyetujui, atau mengesahkan perjanjian internasional yang bersifat
multilateral. Pernyataan (Declaration) adalah pernyataan
sepihak suatu negara tentang pemahaman atau penafsiran mengenai suatu ketentuan
dalam perjanjian iternasional, yang dibuat ketika menandatangani, menerima,
menyetujui, atau mengesahkan perjanjian internasional yang bersifat
multilateral, guna memperjelas makna ketentuan tersebut dan tidak dimaksudkan
untuk mempengaruhi hak dan kewajiban negara dalam perjanjian internasional.
Pensyaratan
dan pernyataan yang dilakukan pada saat penandatanganan perjanjian
internasional harus ditegaskan kembali pada saat pengesahan perjanjian
tersebut. Persyaratan dan penryataan ini dapat ditarik kembali setiap saat
melalui pernyataan tertulis atau menurut tata cara yang ditetapkan dalam
perjanjian internasional.
6.
Pengesahan Perjanjian Internasional
Pengesahan
perjanjian internasional oleh pemerintah RI dilakukan sepanjang dipersyaratkan
dalam perjanjian tersebut, yang dilakukan dengan UU atau keputusan presiden.
Pengesahan dilakukan dengan UU apabila materinya berkenaan dengan:
a.
Masalah politik,
perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara;
b.
Perubahan wilayah
atau penetapan batas wilayah negara RI;
c.
Kedaulatan atau
hak negara;
d.
Hak asasi manusia
dan lingkungan hidup;
e.
Pembentukan
kaidah hukum baru;
f.
Pinjaman dan/atau
hibah luar negeri.
Pengesahan perjanjian internasional yang
materinya tidak termasuk dalam daftar
di atas dilakukan dengan keputusan presiden.
Pemerintah RI menyampaikan salinan setiap keputusan presiden yang mengesahkan
perjanjian internasional kepada DPR untuk dievaluasi.
Dalam
mengesahkan perjanjian internasional, lembaga
pemrakarsa yang terdiri atas lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik
departemen maupun nondepartmen, menyiapkan salinan naskah perjanjian ,
terjemahan, rancangan UU, atau rancangan keputusan presiden tentang pengesahan
perjanjian internasional dimaksud serta dokumen-dokumen lain yang diperlukan.
Lembaga pemrakarsa lalu mengkoordinasikan pembahasan rancangan dan/atau materi
permasalahan bersama dengan pihak terkait. Prosedur pengajuan pengesahan
perjanjian internasional dilakukan melalui menteri
untuk disampaikan kepada presiden.
Setiap UU atau keputusan presiden tentang
pengesahan perjanjian internasional ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
7.
Pemberlakuan Perjanjian Internasional
Perjanjian
internasional mulai berlaku dan mengikat para pihak setelah memenuhi ketentuan
sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian tersebut. Pemerintah RI melakukan
perubahan atas ketentuan perjanjian internasional berdasarkan kesepakatan
antarpihak dalam perjanjian tersebut. Perubahan perjanjian internasional
mengikat para pihak melalui tata cara yang ditetapkan perjanjian tersebut.
Perubahan atas perjanjian internasional yang telah disahkan oleh pemerintah RI
dilakukan dengan peraturan perundag-undangan yang setingkat. Dalam hal
perubahan perjanjian internasional yang hanya bersifat teknis-administrasi,
pengesahan perubahan tersebut dilakukan melalui prosedur sederhana.
8.
Penyimpanan Perjanjian Internasional
Menteri
bertanggung jawab menyimpan dan memelihara naskah asli perjanjian internasional
yang dibuat pemerintah RI serta menyusun daftar naskah resmi dan menerbitkannya
dalam himpunan perjanjian internasional. Salinan naskah resmi setiap perjanjian
internasional disampaikan kepada lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik
departemen maupun nondepartemen pemrakarsa.
Menteri
memberitahukan dan menyimpan salinan resmi perjanjian internasional yang telah
dibuat pemerintah RI kepada sekretariat organisasi internasional yang didalam
nya pemerintah RI menjadi anggota. Menteri memberitahukan dan menyampaikan
salinan piagam pengesahan perjanjian internasional kepada istansi-insansi
terkait. Dalam hal pemerintah RI ditunjuk sebagai penyimpan pengesahan
perjanjian internasional, menteri menerima dan menjadi menyimpan piagam
pengesahan perjanjian internasional yang disampiakan negara-negara pihak
perjanjian.
9. Pengakhiran
Perjanian Internasioal
Perjanjian
internasional berakhir apabila terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur
yang ditetapkan dalam perjanjian, tujuan perjanjian tersebut telah tercapai,
terdapat perubahan mendasar yang memengaruhi pelaksanaan perjanjian, salah satu
pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian, dibuat perjanjian
baru yang menggantikan perjanjian lama, muncul norma-norma baru dalam hukum
internasional, objek perjanjian internasioanal, atau terdapat hal-hal yang merugikan
kepentingan nasional.
Perjanjian
internasional berakhir sebelum waktunya berdasarkan kesepakatan para pihak,
tidak memengaruhi penyelesaian setiap pengaturan yang menjadi bagian perjanjian
dan belum dilaksanakan secara penuh pada saat berakhirnya perjanjian tersebut. Perjanjian
internasional tidak berakhir karena suksesi negara dan tetap berlaku selama
negara pengganti menyatakan terikat pada perjanjian tersebut.
Latihan
1. Pemerintah RI
menyampaiakan salianan Keppres yang mengesahkan suatu perjanjian internasional
kepada .....
2.
Pedoman bagi
negara-nagara yang ingin membuat perjanjian internasinaol adalah .....
3.
Ratifikasi
perjanjian internasional dapat dibedakan mejadi tiga yaitu ......
4.
Persetujuan
formal yang bersifat multilateral disebut ......
5.
Cara untuk
mengesahkan perjanjian internasional yang sudah ditandatangani disebut .....
Mantap
BalasHapus